<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/9752792?origin\x3dhttp://cintaku-rim.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 

[1] Hamzah Ibn Abdul Muthalib | Saturday, January 01, 2005


Pengantar
=========


Hamzah ibn Abdul Muthalib adalah sahabat Nabi sejak kecil. Mereka boleh
dikatakan berumur sebaya. Kebetulan ketika masih bayi sama-sama menyusu
kepada seorang ibu-susuan yang bernama Halimatu Sa'diah.
Keduanya adalah teman sepermainan. Hamzah kenal benar siapa Muhammad. Dan
Muhammad masih keluarga dekat dengan Hamzah.
Ayahnya Hamzah adalah ayah dari ayahnya Muhammad yang bernama Abdullah.
Jadi ayahnya Hamzah dan ayah Abdullah adalah satu, yaitu Abdul Muthalib.
Maka sesungguhnya Hamzah merupakan paman bagi Muhammad. Tapi karena mereka
sesusuan pada Halimatu Sa'diah, maka dapat dikatakan, mereka bersaudara. Dan
karena mereka sepermainan sejak kecil, dapat pula dikatakan mereka berteman.


Demikianlah kaitan hubungan Hamzah dengan Muhammad. Itulah makanya dikatakan
bahwa Hamzah kenal benar akan siapa Muhammad itu sebenarnya. Agaknya dialah
yang paling kenal dari semua orang.
Hamzah kenal Muhammad yang sejak kecil sudah yatim-piatu. Tidak berayah dan
tidak beribu lagi. Ia hidup sebatang kara. Kemudian Muhammad diasuh oleh
ayahnya Hamzah, yaitu kakek Muhammad : Abdul Muthalib. Dibawah asuhan Abdul
Muthalib inilah mereka dibesarkan bersama.
Kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia. Sebelum beliau meninggal dunia,
Muhammad sudah dititipkan kepada Abu Thalib, kakak kandung Hamzah.


Kejadian Aneh
=============


Suatu hari ketika mereka masih berumur antara 4 atau 5 tahun, masih tinggal
dirumah ibu susuan Halimatu Sa'diah. Muhammad sedang menggembalakan kambing
bersama anak Halimah dan Hamzah.
Tiba-tiba datanglah dua orang lelaki yang tak dikenal. Mereka itu berpakaian
putih, lalu menangkap Muhammad dan membawanya lari ketempat yang agak jauh
dari tempat menggembala.


Teman-temannya melihat, termasuk Hamzah, Muhammad ditelentangkan kedua orang
yang berpakaian putih itu. Dada Muhammad dibelahnya, anak-anak itu ketakutan.
Sambil menangis mereka berlari pulang kerumah.


"Ibu ! Ibu !" teriak anak-anak itu menangis dengan nafas terengah-engah
ketakutan setengah mati.
"Ada apa ?" tanya Halimatu Sa'diah cemas tak mengerti.
"Muhammad.....Muhammad...." Jawab mereka kacau, tersengal-sengal.
"Tenang...tenang...ambil nafas yang teratur..baru ceritakan apa yang hendak
kalian sampaikan...." Halimah membujuk anak-anak itu.
Anak-anak itu mengatur mengatur nafasnya kembali, dan setelah agak tenang
barulah Halimah bertanya lagi.
"Nah, sekarang ceritakanlah apa yang hendak kalian sampaikan."
"Tadi dua orang lelaki tak dikenal...waduh !" kata anak Halimah yang bernama
Abdullah.
"Ya, bagaimana orang itu ?"
"Mereka melarikan Muhammad !"
"Masya Allah," seru Halimah kaget dan cemas. "Melarikan Muhammad kau bilang ?"
"Ya, Bu."
"Kemana dilarikannya ?"
"Jauh dari daerah penggembalaan !"
"Waduh, kasihan Muhammad !!"
"Lantas Muhammad ditelentangkannya, dan kemudian dibelahnya dada Muhammad."
"Mari kita cari Muhammad !" perintah Halimah.
"Mari, Bu." jawab anak-anak itu serempak.
"Panggil ayahmu dulu ! Biar kita cari bersama ayahmu ! Ibu kuatir kalau
terjadi apa-apa dengan dia !"


Anak-anak itu mencari ayahnya diladang, setelah ketemu diajaknya kerumah.
Kemudian mereka pergi bersama-sama ketempat penggembalaan.
Setelah agak lama mencari, baru ketemu. Mereka melihat Muhammad sedang duduk
termenung seorang diri.
"Apa yang terjadi denganmu, Muhammad ?" tanya Halimah kepada Muhammad.
"Tadi dua orang lelaki yang tak dikenal datang. Mereka berpakaian serba
putih. Mereka mendekati aku." tutur Muhammad.
"Apa kata mereka ?"
"Salah seorang berkata: "Inilah anaknya !" kata Muhammad.
"Lalu ?"
"Benar !" jawab kawannya. "Inilah anaknya !" Kata Muhammad.
"Lalu ?"
"Lalu aku ditangkapnya dan dibawa lari kemari, disini aku dibaringkan.
Tubuhku dipegangnya kuat-kuat sehingga aku tidak bisa meronta. Kemudian
mereka belah perutku dengan pisau. Mereka mengambil sesuatu benda hitam dari
dalam perutku. Dan benda itu lalu dibuang mereka. Aku tidak tahu apa benda
itu, dan tidak tahu kemana mereka buang. Setelah selesai, mereka pergi
segera. Aku tidak tahu sama sekali kemana mereka pergi. Tinggallah aku
seorang diri disini...."


Sejak kejadian itu keluarga Halimah takut membiarkan Muhammad sendiri. Dan
mereka pun takut kalau-kalau timbul lagi kejadian yang lebih mengerikan.
Maka Muhammad pun dikembalikan kekota Mekkah, kepada ibunya, Siti Aminah.
Hamzah pun tahu sejak kejadian itu, Muhammad berada dalam pemeliharaan ibu
kandungnya. Dan Hamzah telah pula kembali kekota Mekkah, karena masa
susuannya telah habis.


Ketika Muhammad beserta ibunya, Siti Aminah hendak kembali kekota mekkah,
sepulangnya dari Madinah berziarah mengunjungi sanak famili ibunya yang ada
disana (dari Banu Najjar) sekaligus juga menziarahi makam ayahnya, Abdullah
yang telah meninggalkan Muhammad sejak ia masih dalam kandungan Ibunya,
tepatnya didesa Abwaa', Siti Aminah jatuh sakit, dan beberapa hari kemudian
wafat.
Beliau dimakamkan ditempat itu pula.


Hamzah yang mendengar cerita itu dari orang tuanya, bukan main sedihnya, ia
dapat merasakan betapa sedih dan bingungnya Muhammad atas kematian ibunya.
Kini Muhammad sebatang kara, yatim piatu, tiada ayah maupun ibu, sendirian
didunia ini, menghadapi segala tantangan hidup dan kehidupan sedang ia baru
berumur enam tahun.


Kemudian Muhammad dibawa kerumah Abdul Muthalib, ayahnya Hamzah.
Diasuh, dan dibesarkan bersama-sama, tanpa pilih kasih.


Abdul Muthalib sangat sayang kepada Muhammad.
Bahkan anak-anaknya sendiri tidak dibolehkan menduduki tikar hamparannya,
kecuali oleh Muhammad.
Meskipun demikian, Hamzah dan beberapa orang kakaknya dapat memaklumi sikap
ayah mereka itu.


Pada suatu kali, sedang Abdul Muthalib duduk-duduk diatas hamparan
permadaninya, datanglah Muhammad. Ia sedang dikelilingi oleh anak-anaknya,
yaitu paman-paman Muhammad.
Kemudian Muhammad datang mendekat kepada kakeknya, tapi dihalang-halangi
oleh anak-anak Abdul Muthalib. Tangan Muhammad dipegang mereka supaya jangan
sampai menginjak hamparan Abdul Muthalib.


Abdul Muthalib yang melihat kejadian itu berkata :
"biarkanlah Muhammad mendekat kepadaku !"
Merekapun membiarkan Muhammad datang kedekat kakeknya, dan duduk disebelah
kakeknya. Lalu Abdul Muthalib mengusap-usap kepala Muhammad dengan kasih
sayangnya. Itulah tanda kecintaan kakeknya kepada Muhammad.


Selama tinggal dirumah kakeknya itu, Muhammad merasa amat berbahagia. Rasa
terhiburlah hatinya atas kematian ayah dan ibunya.
Ia mendapat ganti orang yang kasih dan sayang kepadanya sekaligus mendapat
teman-teman sebaya seperti Hamzah yang begitu baiknya kepada Muhammad.


Namun sayang, selang berapa lama kemudian, Kakeknya, yaitu ayahnya Hamzah
meninggal dunia.
Muhammad dan Hamzah berkabung. Yang satu kehilangan kakek dan yang satu
kehilangan ayahnya. Nasib mereka sama, sama-sama ditinggal pergi orang yang
mencintai dan dicintai oleh mereka.


Tapi Hamzah merasakan, Muhammadlah yang paling terpukul batinnya.
Kenapa tidak ? Orang yang selama ini menggantikan peran kedua orang tuanya,
telah tidak ada, ia kembali sendirian, sebatang kara.
Sementara Hamzah masih mempunyai banyak saudara yang dapat mencurahkan
perhatian kepadanya, ada Abbas, Abu Thalib, Harits.
Tapi siapakah saudara Muhammad ? Tidak ada !


Berkat petunjuk dari Allah, sebelum meninggal, Abdul Muthalib sempat
mewasiatkan kepada Abu Thalib untuk memelihara Muhammad.
Sejenak, Hamzah merasa heran, kenapa Muhammad diserahkan kepada pamannya
yang miskin ? Bukankah masih ada paman lain yang lebih kaya ? Abbas umpamanya ?


Belakangan baru disadari Hamzah, betapa tepat pilihan ayahnya kepada Abu
Thalib. Walaupun Abu Thalib ini miskin, tapi ia disegani dan dihormati oleh
segenap keluarga Quraisy.
Beliau adalah orang yang berbudi luhur dan mulia dikalangan kaum itu.


Kesayangan Abu Thalib kepada Muhammad tidak kurang dari kesayangan Abdul
Muthalib sendiri.
Tidak pernah Muhammad lepas dari pengawasannya. Kemana pun ia pergi tentulah
Muhammad dibawa serta.
Bahkan Ia pernah dibawa kenegri Syam !
Hamzah cemburu juga, ia sendiri belum pernah diajak siapapun bepergian
sejauh itu. Waktu itu usia mereka (Hamzah & Muhammad) berusia 12 tahun.


Sewaktu Abu Thalib mengajak Muhammad pergi berniaga kenegri Syam itu, mereka
bertemu dengan seorang pendeta Nasrani, Bakhira namanya.
Setelah pendeta itu melihat Muhammad, lama dipandanginya anak itu.
Dipandanginya dalam-dalam seperti membaca sesuatu pada diri anak ini.


"Siapa namamu, Nak ?" tanya pendeta itu kepada Muhammad.
"Muhammad." jawabnya.
"Dengan siapa kau kemari ?"
"Dengan pamanku."
"Siapa pamanmu ?"
"Abu Thalib"
"Tolong panggil dia kemari." pinta pendeta itu.
Maka dipanggillah Abu Thalib.
"Tuan pendeta memanggil saya ?" tanya Abu Thalib.
"Ya, saya ingin berwasiat kepada Anda. Jagalah anak ini baik-baik. Anak ini
bukan anak sembarangan. Anak ini akan menjadi penutup sekalian Nabi dan
rasul. Dia kelak akan dimusuhi oleh kaum dan bangsanya."
"Kenapa tuan pendeta berpendapat demikian ?" Tanya Abu Thalib.
"Aku melihat tanda-tanda yang terdapat pada diri anak ini. Dan ada ayat-ayat
yang termaktub dalam Kitab Injil."
Abu Thalib terpesona mendengar keterangan pendeta itu.
"Saya wasiatkan kepada Anda, jika telah selesai urusan perdagangan diSyam,
cepat-cepatlah kembali. Segeralah pulang ke Mekkah bersama anak ini." kata
pendeta itu cemas.
"Kenapa ?"
"Aku kuatir dia akan mendapat malapetaka dari orang-orang Yahudi !"


Setelah menjual barang dagangannya terburu-buru, Abu Thalib segera kembali
kekota Mekkah. Karena terburu-burunya perdagangan Abu Thalib tidak
menguntungkan. Tapi ia merasa senang asal perjalanannya selamat bersama
ponakan yang disayanginya.
Untunglah perjalanan mereka selamat tiba di Mekkah, dengan perlindungan
Allah Swt tentunya.

Armansyah (arman@plg.mega.net.id)

*************************
Created at 2:01 AM
*************************

 
welcome


hello

MENU

HOME

Cinta Ku

Cinta - Al- Qur'an & Hadist

Cinta - Artikel

Cinta - Berita

Cinta - Busana & Perkawinan

Cinta - Cerita

Cinta - Doa

Cinta - Kecantikan

Cinta - Kesehatan

Cinta - Liputan Khusus

Cinta - Masakan & Minuman

Cinta - Musik

Cinta - Muslimah

Cinta - Puisi

Cinta - Rukun Iman & Islam

Links


Archieve

December 2004[x] January 2005[x] October 2005[x]